Friday, November 09, 2012

Lupakanlah hidup sejenak

KETIKA mendengarkan lagu ini rasanya ingin duduk bersama seorang teman baik, dengan sebotol whiskey sejenak melupakan kehidupan. Ya, melupakan kehidupan.

Dalam lagu ini, Billy Joel sebenarnya mau mengatakan bahwa walaupun dua orang punya kesusahan sendiri, namun selalu ada yang sama diantara mereka: kesepian, dan mendapati seseorang yang mengerti kesusahan kita, mengenal seseorang yang bisa mengerti anda merespon anda dari pengalamannya sendiri, selalu meringankan beban anda.

"Piano Man" adalah lagu terbaik Billy Joel karena lagu ini berbicara langsung ke jiwa setiap orang yang mendengarkan. Kita semua merasa kesepian, melihat orang lain kesepian, mencoba untuk keluar dari kesepian dan kesusahan kita. Kita adalah pelaut yang kandas di pekerjaan yang mungkin tidak kita inginkan lagi.  Kita adalah pak tua yang terjebak dalam pakaian orang muda, kita adalah novelist yang bekerja keras dan orang lain yang mencicipi hasilnya, kita adalah pelayan yang bergelar sarjana politik, kita adalah businessman yang ditipu. Kita adalah pegawai rendahan yang dibayar murah, kita tersesat dan ingin rasanya menyandarkan kepala sebentar agar bisa menemukan kembali diri kita.


"Piano Man" adalah penceritaan kembali secara fiksi dari pengalaman Billy Joel sebagai seorang penyanyi piano-lounge pada Executive Room di Los Angeles, dan Billy Joel pernah menyatakan bahwa semua tokoh dalam lagu itu didasarkan pada tokoh nyata. Billy Joel pindah dari New York ke L.A. untuk merekam album pertamanya, Cold Spring Harbor yang tidak sukses, sebagian besar dikarenakan kesalahan mastering oleh sang producer di Family Productions, label pertama Billy Joel. 

Setelah pengalaman  buruk ini, Joel ingin meninggalkan kontraknya dengan Family Productions dan bergabung dengan Columbia Records, namun kontrak yang telah ia tandatangani tidak memudahkan hal itu. Lalu Joel mengatakan bahwa ia “bersembunyi” di sebuah bar, perform dengan nama Bill Martin, sementara para pengacara di Columbia Records mencoba untuk mengeluarkannnya dari kesepakatan kontrak sebelumnya. Pengalaman pribadinya dengan kegagalan album pertamanya dan frustrasi profsionalnya pada saat itu tercermin dalam mimpi-mimpi yang gagal dari tokoh-tokoh dalam lagu ini.

Bar dalam lagu ini adalah bar yang benar-benar ada. Sang bartender sendiri adalah bartender sungguhan, Paul sungguh-sungguh bicara kepada Davy yang sungguh kebetulan adalah seorang pelaut (Davy the navy). Pelayan yang belajar politik adalah istri pertama Billy. Bar itulah tempat mereka pertama bertemu... juga dimana para pengujung biasa memanggilnya ‘the piano man.’
Para pengunjung bar juga bilang kepada Billy bahwa dia terlalu bagus untuk bermain di sebuah bar.

Karena itulah mereka bilang “man, what are you doin’ here?”.  Ini adalah sebuah ungkapan yang biasa kita dengar terhadap orang-orang berbakat yang menjadi perfomer di kota kecil, gedung pertunjukkan kecil, bar kecil padahal mereka seharusnya mendapatkan kesempatan yang lebih baik.

Dengan mengatakan itu, orang sebenarnya mau bilang, “anda terlalu bagus untuk bermain di kota kecil semacam ini. Anda seharusnya adalah seorang seniman kelas dunia atau setidaknya anda sama hebatnya dengan seorang performer terkenal yang pernah kami lihat.” Pertarungan hidup sang pianis seharusnya meningkat ke level berikutnya.

Namun nyatanya orang-orang duduk di bar dan “put bread in my jar.”  Mereka memberi uang. Jika engkau punya uang maka engkau punya roti, engkau punya sesuatu untuk membeli makanan, atau roti.



Pertanyaan itu juga mengandung ironi: mengapa sang piano man berada di bar bersama-sama dengan orang-orang semacam itu? Sementara semua orang yang digambarkan dalam lagu itu seperti mencari jalan keluar atau pelarian dari kehidupan mereka masing-masing, sang piano man adalah satu-satunya yang tidak ingin melarikan diri. Walaupun ia sendiri menolong mereka dalam pelarian hidup mereka itu. Ironis memang, bagi sang piano man, karena ia sendiri melarikan diri hanya lewat permainan pianonya. Jadi, semua orang sebenarnya sedang melarikan diri, hanya masing-masing dengan caranya sendiri.

Lirik lagu ini sungguh luar biasa dan menceritakan orang-orang biasa dengan kehidupan biasa namun menginginkan kehidupan yang lebih baik.  Sang bapak tua, John, Paul, Davy, sang businessman, sang pelayan, dan gerombolan orang-orang di hari Sabtu itu adalah orang-orang itu: orang-orang dengan masalah dalam hidup mereka. Hey, dan sang Piano Man sendiri adalah orang-orang seperti mereka, itulah mengapa dia ada di bar itu.


Musik adalah cara untuk melarikan diri dari kenyataan dan dengan menyanyikan lagu ini bukan hanya melarikan diri dari kenyataan tetapi menolong orang lain melakukan hal yang sama.
"Yes, they're sharing a drink they call loneliness. But it's better than drinkin' alone"

Saya akan sangat senang pergi ke bar itu dan mungkin duduk di samping sang bapak tua yang bercinta dengan tonic dan gin-nya sambil mendengarkan sang piano man. Duduklah bersama seorang teman baik, dan sebuah botol, sendiri mungkin merupakan sebuah penyebuhan terhadap pelarian kehidupan kita. Mungkin tak banyak menolong, namun setidaknya mengurangi beban dan tekanan pelarian kita.  Lupakanlah dunia sejenak. Dengarkanlah lagu ini dan Billy Joel akan menjadi sang piano man bagi anda.



It's nine o'clock on a Saturday
The regular crowd shuffles in
There's an old man sitting next to me
Makin' love to his tonic and gin

He says, "Son, can you play me a memory
I'm not really sure how it goes
But it's sad and it's sweet and I knew it complete
When I wore a younger man's clothes."
la la la, di da da La la, di di da da dum
Chorus:
Sing us a song, you're the piano man
Sing us a song tonight
Well, we're all in the mood for a melody
And you've got us all feelin' all right

Now John at the bar is a friend of mine
He gets me my drinks for free
And he's quick with a joke and he'll light up your smoke
But there's some place that he'd rather be
He says, "Bill, I believe this is killing me."
As his smile ran away from his face
"Well I'm sure that I could be a movie star
If I could get out of this place"

Oh, la la la, di da da
La la, di da da da dum

Now Paul is a real estate novelist
Who never had time for a wife
And he's talkin' with Davy, who's still in the Navy
And probably will be for life

And the waitress is practicing politics
As the businessman slowly gets stoned
Yes, they're sharing a drink they call loneliness
But it's better than drinkin' alone

Chorus
sing us a song you're the piano man
sing us a song tonight
well we're all in the mood for a melody
and you got us all feeling alright

It's a pretty good crowd for a Saturday
And the manager gives me a smile
'Cause he knows that it's me they've been comin' to see
To forget about their life for a while
And the piano, it sounds like a carnival
And the microphone smells like a beer
And they sit at the bar and put bread in my jar
And say, "Man, what are you doin' here?"

Oh, la la la, di da da
La la, di da da da dum

Chorus:
sing us a song you're the piano man
sing us a song tonight
well we're all in the mood for a melody
and you got us all feeling alright


Thursday, November 08, 2012

Ketika Paul Simon menginginkan warna asli Afrika

KALAU ada yang punya album Graceland-nya Paul Simon, anda akan mendengarkan unsur Afrika yang kental dalam lagu-lagunya. Dan nampaknya begitulah warna lagu-lagunya setelah album ini. Warna Afrika yang ditampilkan Paul Simon itu berbeda, sangat berbeda dari musisi Afro America kebanyakan. 

Kalau Paul mau saja mungkin dia bisa melibatkan musisi Afro Amerika dalam album-albumnya, tetapi ia tidak melakukan hal itu melainkan memilih pergi ke Afrika Selatan untuk menemukan musisi di sana untuk terlibat dalam albumnya. 

Ceritanya dimulai ketika Paul Simon menginginkan suara yang kaya dan halus untuk vocal "lie-lie-lie” dalam lagu "The Boxer," gema ruang studio tidak mampu melakukannya, sehingga ia dan Art Garfunkel mengepak peralatan studio mereka dan men-set up rekaman di sebuah gereja. Mereka menghabiskan sehari penuh merekam suku kata-suku kata itu dengan sempurna.


Simon dan Mariam Makeba dlm konser di Zimbabwe. 
Paul Simon dan group LadySmith Black Mambazo.
Pada tahun 1984 seorang teman memberinya kaset musik Afrika Selatan yang berjudul Gumboots: Accordion Jive Hits # 2, dan ia mendengarkannya berulangkali. Untuk album berikutnya, yang ia inginkan adalah suara seperti dalam kaset itu, bukan suara seperti yang dihasilkan oleh orang-orang di New York memainkan musik Afrika, tetapi musisi Afrika yang ia dengar dalam rekaman itu. Akhirnya setahun kemudian ia pergi ke Afrika Selatan untuk menemukan mereka. 
Saat itu Apartheid masih berkuasa di Afrika Selatan dan Nelson Mandela masih dalam penjara tapi Paul Simon bertekad untuk mendapatkan warna musik yang demikian. Pada awalnya tidak mudah ia mendapatkan dukungan dari para musisi Afsel. Ada oposisi yang kuat pada kunjungan Paul Simon di Afrika Selatan. Meskipun ia punya niat baik, ia tidak bertemu dengan para pemimpin politik hitam sebelum ia pergi dan banyak yang merasa bahwa ia mengganggu perjuangan mereka melawan Apartheid dan menggunakan bakat lokal mereka untuk keuntungan pribadi.

Namun singkat cerita ia bisa bertemu para musisi Afsel dan apa yang ia dapatkan kemudian menjadi fondasi dari album Graceland, yang 25 tahun kemudian menjadi sebuah kemenangan musik dan budaya.
Dalam perjalanannya mencari warna Africa asli, Paul Simon bertemu dengan musisi Afrika seperti Mariam Makeba, dan group LadySmith Black Mambazo yang turut dalam world tournya Simon.
Dalam pengakuan Paul Simon, niatnya untuk mencari para musisi Afrika Selatan adalah benar-benar niat yang egaliter. 
"Expresi yang paling tulus dari perhargaan saya terhadap para musisi ini, bukanlah pergi sana dan bilang kepada mereka: 'biarkan saya menggambarkan penderitaanmu dan bebanmu. Dan aku akan melakukannya untuk kalian,'" kata Paul Simon dalam wawancara dibawah ini. 



"Ide saya adalah 'mereka memainkan bagian mereka yang terbaik dan saya akan melakukan bagian saya yang terbaik. Saya akan melakukan bagian saya yang terbaik. Saya tidak datang ke sini berjanji untuk melakukan sesuatu apapun selain dari membuat rekaman yang bagus. Mereka tidak bilang 'datanglah engkau dan ceritakan kisah kami.' Mereka hanya bilang 'ya datanglah dan kami akan bermain dengan anda.'"
Paul memang punya ketidaksukaan terhadap lagu-lagu yang menggurui. Baginya musisi harus bisa mengekpresikan kemarahan terhadap politik aparteid dalam musik.  
"Dalam kasus keseluruhan pengalaman Graceland,  dan keseluruhan argument yang berkembang dalam tahap-tahap awal, sesungguh adalah tetang bagaimana mengekspresikan kemarahan terhadap dosa-dosa apartheid. Akankah engkau ke sana dan bilang 'saya punya kemarahan yang sangat besar terhadap aparteid?' Wel, baiklah jika kamu bisa mengatakannya secara musikal. [Tetapi] Jika kamu tidak bisa mengatakannya secara musikal, itu adalah sebuah kegagalan dan tak ada yang akan mendengarkan anda." katanya.
Bagaimana Paulus Simon menarik warna musik atau musik Afrika ini keluar, diceritakan dalam film dokumenter Under African Skies, yang merupakan bagian dari the Graceland 25th Anniversary Box Set, yang juga memasukkan rekaman konser dari tur Graceland dan lagu-lagu yang belum pernah dirilis.

Kalau ada melihat kedua video dibawah ini, tampak sekali bagaiamana warna Afrika itu begitu dominan dan bukan warna Afrika seperti yang kita dengar dari Boney M, Marley and Wailers atau musisi Afro Amerika lainnya. Dan kolaborasi mereka sungguh egaliter, seperti yang dikatakan Paul Simon: 
"Saya hanya ingin membuat rekaman yang sangat bagus dengan sekelompok musisi habat dan membawa mereja keluar dan manggung di seluruh dunia, dan apa yang kemudian anda lihat adalah seorang kulit putih bermain sangat percaya diri dengan musisi kulit hitam, yang sesungguhnya kebalikan dari apa yang dipertahankan oleh aparteid." [**]




Monday, November 05, 2012

Secarik pesan, sebuah Alkitab dan tiket pulang

Ada masa-masa di mana kita mengalami masa kanak-kanak yang menyenangkan bersama orang tua kita. Namun ada saat dimana kita harus meninggalkan mereka, untuk pertama kalinya. Ada yang tahu kapan mereka kembali, namun ada juga yang tidak. Mungkin keberangkatan mereka adalah untuk sekali dan selamanya, sebab banyak yang hanya kembali untuk meletakkan bunga di nisan orang tua mereka. Banyak yang pergi dan pulang, namun saat orang tua menghembuskan napas terakhir mereka, mereka tidak ada di sana.

Dunia dewasa ini, terima kasih kepada teknologi dan globalisasi, menjadi begitu mendekatkan kita. Secarik surat untuk orang tua yang dulu mungkin hanya bisa sampai ke rumah setelah berbulan-bulan, sekarang dalam hitungan detik, bisa sampai ke orang tua kita. Terima kasih kepada teknologi komunikasi, seperti telpon, Skype, dan facebook tentu saja.

Namun jarak tetaplah jarak. sekalipun dunia maya bisa mendekatkan kita dalam hitungan second per detik, jarak Jawa dan Timor tetaplah sama dari dulu sampai sekarang. jarak Rote dan Kupang tak pernah berubah. Jarak Eropa dan Indonesia tak pernah berubah. Jarak Batuplat dan Leiden tak juga bertambah dekat seiring waktu.

Kalau dulu, jarak dan kesedihan berbanding lurus, maka mengalirnya dari pena para sastrawan dan seniman lagu-lagu seperti "Flobamora", "Ambon Manise", atau "Ofa Langga Soba-Soba". Namun sekarang perbandingan lurus ini tak begitu lagi dirasakan banyak orang. Namun apakah berarti rindu terobati hanya dengan duduk di depan laptop bercakap-cakap dengan orang-orang tersayang? apakah rindu menjadi terobati ketika mendengarkan suara mama tersayang atau ayah yang sudah semakin tua?

Sedikit, mungkin. Tetapi tak akan banyak mengubah kerinduan bersama sebagaimana kita seharusnya bertemu orang tua kita, pasangan kita atau anak-anak kita. Pertanyaan sederhana: Bagaimana kalau mereka sakit?; bagaimana kalau mereka tak mengharapkan hadiah atau oleh-oleh apapun selain kehadiran anak yang mereka kasihi?

Jarak tetaplah jarak, karena dunia semakin tua namun tak menjadi kecil atau menyusut. Seperti kata penyair lagu OFA LANGGA SOBA-SOBA: "kota nai kota de, ma Lote nai Lote de" (Kupang di Kupang jua dan Rote adalah di Rote jua). Tak ada yang bisa menggabungkan Kupang dan Rote di satu tempat. Walaupun geographer dan ahli globalisasi David Harvey menyebut globalisasi sebagai "space-time compression", globalisasi tetap tak bisa menggabungkan dua kutub dunia yang berbeda. Globalisasi tak menggantikan apapun kecuali mengurangi sakit rindu yang akut. Obat rindu yang paling mujarab hanyalah kalau kita benar-benar bertemu. Semoga mereka yang memendam rindu kepada ayah, ibu, anak, istri mereka diberikan kekuatan untuk menyimpan rindu itu sampai saatnya nanti.

Memang, ada mimpi yang kita kejar,tetapi ada yang lebih berharga yang menantikan kita.  Mereka memang tak ada di sana ketika kita dalam kesulitan, tetapi setiap malam berdoa selalu untuk kita walaupun kita sering melupakan mereka. Mereka menantikan kita pulang lebih dari sejuta hadiah dan oleh-oleh dan foto. Tak ada yang lebih membahagiakan dan membanggakan mereka ketika kita pulang ke rumah. Tak ada yang lebih mengkhawatirkan mereka ketika mereka lama dan mendengar kabar dari kita. Apalagi ketika kita tak pernah berkirim kabar. Hati mereka tak akan tenang jika kita mengalami kesusahan, mungkin mereka mengalami mimpi buruk, mungkin mereka merasa tak enak atau bahkan mencoba menghubungi kita. Siapa lagi yang mengkhawatirkan kita, kalau bukan orang yang menghadirkan kita ke dunia. Merekalah orang-orang yang menerima kita dengan tangan terbuka dan hati yang hangat ketika mimpi-mimpi kita hancur berantakan dan kita berlari dalam tangis pulang ke rumah.

Semoga, kita punya semua yang kita butuhkan untuk kembali dan pulang. "Kembali dan Pulang" adalah obat bagi semua yang merindukan orang-orang tersayang. Janganlah pulang hanya untuk meletakkan bunga di batu nisan, karena itu akan menjadi penyesalan seumur hidup.

Saat menulis notes ini saya menemukan sebuah lagu religius di YouTube yang bercerita tentang harapan dan penantian orang tua kepada anaknya yang meninggalkan rumah. Dalam lagu itu sang ibu menyisipkan sebuah Alkitab dan sebuah tiket pulang di tas pakaian anaknya.

Kita semua tahu, semua orang tua akan berat melepas anaknya untuk pertama kalinya. Seperti baru kemarin, si kecil berlari-lari di halaman rumah, terjatuh dan menangis sambil mengadu ke papa atau mamanya. Sekarang dia akan berlari-lari di kerasnya dunia; dunia yang sudah dilalui sang ayah dan ibu ketika si kecil hanya merasakan manisnya masa kecil. Dan di dunia yang nyata itu, tak ada ayah dan ibu yang bisa menjadi tempat pelarian setiap saat.

Karena itu bagi para ayah dan ibu, jika boleh, anak-anak mereka tak usah meninggalkan mereka. Namun hidup bukalahlah begitu arahnya, sebagaimana dunia harus terus berputar. Tak ada yang bisa menahan berputar dunia dan waktu. Mungkin klise namun nyata: bahwa hidup adalah tautan-tautan pertemuan dan perpisahan setiap saat.

Lagu ini mengingatkan saya akan sebuah penyesalan yang tak bisa terobati. Di saat ayah tercinta saya meninggalkan dunia untuk selamanya, saya sangat jauh dari rumah. Saat ini, saya teringat ibu saya. Hampir siang saat saya berangkat, saya mendatangi rumahnya. Dia membuka pintu dan cuma bilang: "berangkatlah nak, ayahmu telah mengajarkan kalian kekuatan sejak kalian masih kecil." Juga saya teringat kedua anak saya yang ketika berangkat sedang tertidur dan saya tak sampai hati untuk membangunkan mereka untuk sekedar mengucapkan selamat tinggal. Kekasih hati saya, tentu lebih sedih hatinya. Orang Kupang biasa bilang "yang pergi itu enak, tapi yang tinggal ini..".

Selamat menikmati para perantau, semoga kita dikuatkan. Jangan lupa pulang ke rumah. Rumah di mana selalu ada yang menanti!

 

A Bible And A Bus Ticket Home

Mamma's tears fell so easy
Daddy's handshake was strong
Then I climbed aboard that Greyhound
Eighteen and glad to be gone

Took a rented room on broadway
As I unpacked everything I owed
I found a note my mamma left me
With a Bible and a bus ticket home (It said)

One will get you where you're going
When you haven't got a prayer
And one will bring you back son
If you're dreams ain't waiting there

You're out on your own now
We won't be there to fall back on
But you know we're never farther
Than a Bible and a bus ticket home.

The years have come and gone and taken
The only things in life I ever counted on
But I'm going back tomorrow
To lay flowers on their stone.

I can almost hear my mamma calling
Saying son come back where you belong
You've got all you need to get here
A Bible and a bus ticket home

One will get you where you're going
When you haven't got a prayer
And one will bring you back son
If you're dreams ain't waiting there

You're out on your own now
We won't be there to fall back on
But you know we're never farther
Than a Bible and a bus ticket home.