Saturday, December 17, 2011

Gajah, Tikus dan [Satpol PP] kita

http://www.upali.ch/mouse_en.html
If you are neutral in situations of injustice, you have chosen the side of the oppressor. If an elephant has its foot on the tail of a mouse and you say that you are neutral, the mouse will not appreciate your neutrality. [Desmond Tutu].

Hai para wartawan, humas pemerintah, humas perusahaan, pekerja NGO, anggota DPR, politisi, seniman, ibu rumah tangga, polisi, tentara, satpam, satpol PP, sipir penjara, PNS, karyawan swasta, guru, pendeta, imam, uztad, akademisi, kepala desa, ketua RT/RW, anggota DPR, anggota DPD, mentri, dokter, perawat, tukang ojek, komisaris dan karyawan KPK, KPU, pengawas ujian nasional, bendahara gaji, calo proyek, penyalur TKW, prostitute jalan, high-class protitute, anchorman/anchorwoman, presenter infotainment, suporter bola, pengurus PSSI, expatriat, pemilik perusahaan, staff HRD dst ingatlah bahwa sikap netral dalam sitauasi ketidakdilan kadang adalah kamuflase dari ketidakpedulian atau bahkan keberpihakan pada penindas.

Bersikaplah netral dalam sitausi yang tidak adil sama saja dengan mengambil posisi di pihak penindas...demikianlah kabar dari langit hari ini

Monday, December 12, 2011

Bertemu Papa

Semalam mimpi ketemu papa. Wajahnya jelas, kelihatan sehat, mengenakan pakaian pegawai negeri kebesarannya. Sejak papa meninggal dua tahun lalu, belum pernah mimpi ketemu muka dengan papa. Sekali pernah, namun hanya suara: memintaku membawakan seafood kegemarannya. Aku selalu merindukan bertemu papa. Kali ini papa datang kepadaku. Papa, aku tak mengerti arti mimpi ini, namun aku merindukanmu selalu papa....cucu-cucumu sedang bertumbuh. mereka adalah penggantimu yang hebat. dalam banyak hal mereka mirip papa. Aku menyayangi mereka sebagaimana aku menyayangi papa. sangat....

Tiadea di pusara Opa di Batuplat
Yang sulung, telah kau beri sebuah nama yang hebat. Nama yang akan menyertainya kemanapun ia pergi. Nama yang mengingatkankan akan jadi dirinya sebagai orang Rote dan syukur kepada Tuhan atas hidup yang diberikan. Tiadea Radakaran, sebuah paralelisme yang indah dalam bahasa Rote. Aku tak menyangka di saat upacara pemakaman papa, lagu Rote dengan syair yang menyebut nama anakku dinyanyikan. Teks nyanyian dalam bahasa Rote itu masih kusimpan.

Yang bungsu lahir hampir dua tahun setelah papa meninggalkan kami. Aku memberi namanya Rubamuri Zemira Messakh. Rubamuri adalah bahasa Sabu, bahasa ibunya yang berarti pengasihan Tuhan. Biarlah dia mendapat bagian dalam kelurga ibunya, seperti aku papa namakan Matheos, bagian
dari keluarga ibuku.Nama itu juga mengingatkan keluarga kita bahwa ada seorang saudara Foe Mbura bernama Pandi Mbura yang memilih tinggal di Sabu dalam sebuah perjalasan Foe Mbura [Benjamin Messakh] bersama beberapa orang raja Rote menuju ke Batavia dalam sebuah misi pada tahun 1730 yang mereka sebut 'mencari damai' [sangga ndolu].

Rubamuri dan saya
Aku tak memberi nama anak-anakku sesuai nama orang-orang tua kita, seperti tradisi keluarga kita, bukan karena aku tak sayang. Sudah terlalu banyak anak-anak keluarga Messakh diberi nama sedemikian. Tak heran ada banyak sekali Benjamin, Paulus, Thobias, Melkianus, Yehezkiel, Yakobus, dan Yonas. Aku menamai anakku Zemira karena itulah salah seorang cucu Benjamin [I Tawarikh 7:8]. Sampai kapanpun dan sampai di manapun dia adalah cucu Benjamin, dia tak akan bisa menggantikan Benjamin Messakh, namun dia mewarisi yang dimiliki Benjamin Messakh. Orang mungkin menyangka namanya hanyalah sebuah kebetulan, tapi sesudah besar nanti akan kuceritakan kepadanya mengapa aku menamainya demikian. Dan dia akan selalu bangga memikul nama itu, tak banyak orang tahu, namun di hatinya dia tahu bahwa dia adalah seorang cucu Benjamin yang lahir di Oebatu, Thie, pada 6 Juli 1946.

BSD, 11 Desember 2011

Saturday, December 10, 2011

Mungkinkah sebuah goresan korek api memicu revolusi?


Demonstran di Prancis mendukung 'Pahlawan Tunisia", 15 Jan. 2011
Pemberontakan rakyat yang menjatuhkan seorang diktator di Tunisia pada awal tahun 2011 dimulai ketika seorang pemuda berusian 26 tahun Mohamed Bouazizi membakar dirinya sendiri ketika polisi menyita gerobak buahnya. Copycat terhadap tindakan Mohamed ini kemudian menyebar di seluruh Afrika Utara. Mohamed membakar dirinya pada 17 Desember 2011, dan pada awal Januari 2011 tiga orang di Aljazair, seorang tukang Roti di Mesir, dan seorang laki-laki di Mauritania membakar diri mereka. Protes di Tunisia itulah yang meluas ke perlawanan rakyat di seluruh Arab yang dikenal dengan Arab Spring.

Monday, December 05, 2011

Meriam Bellina, Pance Pondaag dan sebuah lagu natal

Di sini, aku pun sendiri
Dan masih seperti yang dulu
Kesetiaan yang kumiliki, hanya untuk dirimu
Sampai akhir hidup ini

Apapun, akan ku korbankan
Demi keutuhan engkau dan aku
Semua yang aku miliki, cinta dan kerinduan
Kasih semua untukmu

Saat ini aku pun tak ingin sendiri
Kucari bayanganmu di sudut sana
Pelukan mesra yang tulus darimu
Betapa engkau kukasihi

Di sini, aku pun sendiri
Dan masih seperti yang dulu
Kesetiaan yang kumiliki, hanya untuk dirimu
Sampai akhir hidup ini

Saat ini aku pun tak ingin sendiri
Kucari bayanganmu di sudut sana
Pelukan mesra yang tulus darimu
Betapa engkau kukasihi
Betapa engkau kukasihi

Masih ingat lagu di atas? Yang lahir tahun 80-an kemungkinan pernah mendengar lagu yang dipopulerkan Meriam Bellina ini.


"Tak Ingin Sendiri" judul lagu itu. Untuk waktu yang cukup lama aku menyukai lagu ini. Apalagi lagu ini juga menjadi original soundtrack dari sebuah film dengan judul yang sama yang dirilis tahun 1985 dengan pemeran utama Rano Karno (Pras) dan Meriam Bellina (Tika). Film yang ditulis dan disutradarai Ida Farida ini kutonton di TVRI dan tak pernah kulupa sampai sekarang apalagi ceritanya sangat melankolis. Resensinya dapat dilihat di sini [http://ngomongin-film-indonesia.blogspot.com/2011/09/tak-ingin-sendiri-1985.html].

Tapi satu saat, aku memutar lagu natal, sekitar awal 2000-an dan aku menemukan bahwa lagu yang nadanya selalu kuingat itu adalah sebuah lagu natal. Hanya lyric-nya saja yang diubah. Lagu itu adalah "When a Child is born", sebuah lagu natal populer yang melody aslinya adalah  "Soleado", sebuah nada dari tahun 1972 oleh Ciro Dammicco (alias Zacar), seorang komposer dari sebuah group Italia, Daniel Santecruz Ensemble. Lyric Inggrisnya ditulis kemudian oleh Fred Jay.

Lyric dalam bahasa Inggris telah dinyanyikan oleh banyak penyanyi namun yang paling populer mungkin adalah versi yang dinyanyikan oleh Johnny Mathis di tahun 1976. Lagu itu menjadi single top Johnny Mathis di UK, bertahan tiga minggu di puncak tangga lagu pada bulan Desember 1976 dan terjual lebih dari 850,000 copy.

Lagu ini juga ditampilkan dalam sebuah film Argentina di tahun 1975: Nazareno Cruz y el lobo (The Love Of The Wolf). Juga dijadikan "Theme From The Motion Picture "The Love Of The Wolf" dalam album Johnny Mathis "Johnny Mathis Sings The Movie Greats" yang diproduksi oleh CBS.
Artist-artis yang telah menyanyikan lagu ini antara lain:
  • Boney M. dalam album mereka Christmas Album (1981) 
  • Kenny Rogers
  • Bing Crosby
  • The Moody Blues dalam album mereka album December (2003) 
  • Cissy Houston
  • Willie Nelson
  • Tarja Turunen
  • Sarah Brightman dalam holiday CD "A Winter Symphony". (2008)
  • ACM Gospel Choir dalam Mail on Sunday giveaway CD "Christmas with the Choir". (2008)
  • Andrea Bocelli (Italia)
  • Il Divo [http://www.youtube.com/watch?v=fJFYtwiT92Y]
  • Filipino singer José Mari Chan covered the song on his holiday album, Christmas in Our Hearts.

Lyric bahasa Inggris yang sekarang terkenal adalah sbb:


A ray of hope flickers in the sky
A tiny star lights up way up high
All across the land dawns a brand new morn
This comes to pass when a child is born


A silent wish sails the seven seas
The winds of change whisper in the trees
And the walls of doubt crumble tossed and torn
This comes to pass, when a child is born


A rosy hue settles all around
You got the feel, you're on solid ground
For a spell or two no one seems forlorn
This comes to pass, when a child is born

Spoken: And all of this happens, because the world is waiting.
Waiting for one child; Black-white-yellow, no one knows...
but a child that will grow up and turn tears to laughter,
hate to love, war to peace and everyone to everyone's neighbor,
and misery and suffering will be words to be forgotten forever.


It's all a dream and illusion now,
It must come true sometime soon somehow,
All across the land dawns a brand new morn,
This comes to pass when a child is born.

Nah, sekarang apa tanggapan anda? masih ingin menyanyikan lagu itu sebagai lagu Pance Pondaag atau sebagai lagu natal? Indonesia memang biangnya pembajakan dan sebuah lagu natal yang indah telah dibajak menjadi milik sendiri....

BSD Serpong, 5 Desember 2011



Saturday, December 03, 2011

Rumah nenek dan kakek di tepi padang


[Sebuah surat kepada nenek di saat ulang tahunnya. Bagian awalnya ditulis dalam bahasa Rote, namun bagian akhirnya dalam bahasa Indonesia]

Mama a,
Selamat fai boboki mama. Mama ka leo bea? Mama ka teu bau bea ia so? Au ta pernah afarene mama ka fai boboki ma, te fai ia au afarene.
Mo upu-ana mara leo bea? Mon tui nae mama ka mamhedi? Oso talalu sue uma ndia ho, la’o-la’o lai esa lai dua leo to’o sara meu dei. 


Ta sono, leu Kotamu. Mu noi fai esa dua o bole. Sadi mita mala upu ana mara. Papa ka ta namanasa fa, kalau mama ka la’o ela uma la’i esa la’i dua. Leo mae upu ana mara tak esa namahere papa mai boe, au ndia amahere. Au amahere papa ka nei ele. Au ama here papa ka mai tui mama ka. Te mahi malelak tou a be nei lain ndia : fali uma boe kadang la’o seli uma na.

Au tak pernah afarene heni mama ka fepan mo ndara tali, te an ta nahara fa. Losa fai ia au selalu manyasal, nei fai mamate na, au tak ahara on kata esa boe. Au leo ana koa a. Afarene an sono, au dola.

Au nei ia malole mansodak. Noi marini a,  ho ita pake jaket dua telu boe ta dai fa. Malmula mala foto sira.
Au dui surat ia pake dedea Rote ia karna au afarene mama ka. Au leo ana ma’ esa nei dae bafok poin na. Au alelak basa-basa lahenda dedean te au ta perna afarende hendi dedea pertama ndia au alelak : dedea Rote. Nei ia ara rae mother tongue artinya ita inan dedean. Dehenda malelak ara rae : “Dedea pertama o malelak, losa o mamatem boe, ta bisa mafarene hendi.” Dahenda fekek dedean, ita mesti tanori dei, te ida dedean ia tak pernah tanori fa. An mai leo na’ a.
Au lek ala buku esa nei ia tao na kau dola an seli. Wartawan esa nemek Irlandia dui buku ndia. Au dola karena tutui na leo au sodak ka boe. Ana leo no Bei na nei koro’ esa nei Irlandia. Bai na mate nauluk bei na. Waktu ana sakola dadi wartawan, ana leo kota neu. Boe ma ana kerja doo a nei Africa. Fai esa an nama nene bei na maten so, te an tak bisa fali fa. Tatalu doo a, boe ma ana sedang tugas. Hapu telpon name uman na mai, ana noi dola a. Sao na natu non. Ara dola sambil mengenang masa-masa kecil yang bahagia nei bei no bai na uman.

Kalau dulu mungkin pertama kali mama dengan to’o dong berangkat ke Kupang saja sudah cukup berat bagi opa dan oma. Sekarang beta di ujung dunia. Di ujung dunia di mana saya bukan siapa-siapa. Itu membuat saya ingat semua jalan hidup saya. Setiap jengkal langkah kaki saya. Dari kampung kecil Oeulu di bagian selatan pulau Rote, ke kampung bermamar dan berpadang di Lalao, ke desa pinggiran kota di Batuplat ke kota kecamatan di Babau. Jalan hidup yang mungkin tidak terlalu istimewa bagi banyak orang, tetapi bagi saya luar biasa, karena kasih Tuhan begitu luar biasa. 

Pernahkah mama bayangkan At kecil yang lemah, satu saat akan pergi jauh meninggalkan semua yang disayang ke suatu tempat dimana tak seorang pun dari keluarga pernah ke sana? Banyak orang menginginkan tetapi tidak banyak mendapatkan. Dan saya bangga akan pengalaman masa kecil saya yang sangat berharga bagi saya. Dan ada yang lebih berharga dari masa kecil penuh cinta yang membentuk saya seperti sekarang. 

Saya belajar membaca di rumah seorang pensiunan guru SD bernama Simon Lenggu. Simon Lenggu yang saya kenal sangat rapi tulisan dan sangat pandai menggambar. Dan saya tak tahu darimana datangnya kemampuan menggambar saya. Yang saya tahu sewaktu kecil saya suka membongkar-bongkar buku-buku tua peninggalan sang pensiun guru itu hanya untuk mencari gambar-gambarnya dan meniru. Saya masih ingat bagimana ia membuat gambar ayam, dengan sisik-sisik di kaki seakan ia menghitung satu persatu sisik-sisik itu. Alatnya cuma 'buku dollar' dan 'ballpoint kaca'.

Dan saya tak pernah lupa betapa senangnya saya pertama kali mendapat hadiah sebungkus besar gula-gula 'hopis' karena menjuarai lomba gambar dengan menggambar orang memerah susu sapi menirukan gambar dalam buku bacaan SD waktu itu. Walau waktu saya berkali-kali melakukan kesalahan menggambar kaki belakang sapi, gambar saya tetap yang terbaik, bahkan lebih bagus dari gambar anak-anak kelas enam dan saya mendapat pujian dari guru-guru. Semua orang mengerubuni saya waktu itu. Ada yang berbisik: "persis seperti kakeknya." Waktu itu opa sudah pensiun dan lebih sering bekerja di kebun dari pagi sampai sore.Saya menunjukkan gambar saya kepada opa dan ia cuma tersenyum.

Terlalu banyak kenangan manis, yang kalau saya ceritakan tak akan cukup untuk selembar dua kertas. Saya seorang penulis sekarang, saya wartawan sekarang dan mudah-mudah satu kali kelak saya bisa menulis pengalaman berharga itu untuk menjadi pelajaran berharga bagi orang lain. Pelajaran dari hati yang penuh kasih.

Jauh di lubuk hati saya, saya takut apa yang dialami seorang bernama Fergal Keane, seorang wartawan BBC, terjadi pada saya. Kenangan berharga di rumah neneknya di sebuah kampung di Irlandia membuat Fergal yang kemudian menjadi wartawan BBC yang meliput ke seluruh dunia itu, selalu pulang  setiap musim panas ke kampungnya. Dan ia tak pernah mampu menahan rasa inginnya untuk mengendai kendaraannya sekedar meliwati rumah neneknya (yang kemudian di jual To’o-nya dan disetujui semua keluarga). 

Dia selalu berhenti di sana sejenak untuk menoleh ke masa lalu, menoleh ke kehangatan tangan yang tak kelihatan lagi. Terdengar suara opera dari radio tua dan suara anak-anak bermain dalam rumah, lalu ada seorang perempuan tua memanggil karena sudah waktunya minum teh. "Home as it always be", katanya.  

Itu pengalaman Fergal. Saya juga punya pengalaman yang tak kalah manisnya. Kalau Fergal selalu pulang untuk mengenang masa kecil penuh kasih dan kehangatan, aku juga akan selalu pulang untuk mengenang senja di mana suara anak-anak gembala bernyanyi-nyayi menuntun pulang ternak meliwati padang di depan rumah di Laenpaon, Lalao.

Dari rumah itu, suara habo sirih selalu berbunyi sekali-kali berhenti. Suara seorang anak kecil seringkali terdengar. Kadang ada suara seorang perempuan tua meminta untuk mengigitkan pinang muda yang lumayan keras. Lalu suara perempuan tua itu memanggil karena sudah waktunya minum tua hopo atau makan malam. 

Aku pasti tak bisa menahan keinginan itu. Keinginan untuk selalu pulang, karena aku selalu ingat akan kehangatan cinta, yang menjagaku kemana pun aku pergi. Aku pasti mendengar suara-suara itu, selalu. Home as it always be.

Salam sayang dari negeri dingin
Nottingham, The United Kingdom.
10 Watkin Street, St. Ann’s Nottingham
NG3 1DL Nottinghamshire-UK



Friday, December 02, 2011

Creo que el mundo es bello,
que la poesía es como el pan, de todos.


I believe the world is beautiful
and that poetry, like bread, is for everyone.
—Martín Espada

Bahasa-bahasa baru Tiadea



Tiadea sedang mengamati kupu-kupu di taman tengah dekat rumah
Sejak beberapa bulan terakhir Tiadea sudah semakin memiliki banyak kosa kata. Tapi seperti umumnya anak-anak yang baru belajar berbicara, ia punya bahasa-bahasa sendiri yang kadang harus diketahui konteksnya barulah bisa dimengerti.

Selama kurang lebih lima bulan ia bersama ibunya ke Kupang dan saya sendiri terheran-heran dengan sejumlah bahasa baru yang dia gunakan.

Kadang, saya harus bertanya ke ibunya atau nanny-nya.Beberapa contoh kalimat milik "asli" milik Tiadea antara lain:


1. Kalau dia ditanya dengan pertanyaan yang mengharapkan jawaban "ya" atau " tidak" atau kalau ia mengatakan "tidak" terhadap sebuah permintaan,ia akan berkata:"TIDAK, KARTU BALON!"Saya bingung saat pertama kali mendengarnya karena ia akan terus mengatakan kalimat yang sama kalau hendak mengatakan tidak. Untuk pertanyaan apapun yang dijawab dengan tidak, ia akan menggunakan kalimat yang sama. Contohnya: "Tiadea mau makan?" akan dijawab: "Tidak, kartu balon". Usut punya usut, ternyata kalimat itu adalah imitasi dari sepenggal adegan dalam film POCOYO dimana POCOYO bermain sulap/tebak-tebakan kartu. Ketika salah satu tebakan salah, POCOYO berkata: " TIDAK, KARTU BALON!". Kalimat inilah yang dicopy oleh anak saya dan ia menggunakannya secara konsisten.

2. Kadang dia suka menyanyi menirukan sepenggal lagu di dalam adegan TINKERBELL "come with me and fly" tapi langsung disambung dengan kalimat "OM SUKA" sambil merenggut. Setiap kali menyanyikan bait lagu itu selalu disambung dengan "OM SUKA". Untunglah setelah sering diledek dia telah menguranginya. Rupanya dalam adegan sekanjutnya setelah nyanyian itu ada seorang tokoh yang tidak disukainya. Saya lupa nama tokohnya tapi yang perawakannya besar dan berkumis yang bertugas membagikan pixy dust kepada para peri. Karena itulah dia akan menangis minta adegan itu dilewatkan. "OM SUKA" adalah bentuk paling sederhana dari "saya tidak menyukai om itu". Syukurlah ibunya telah berhasil membuatnya 'menyukai' om dalam film itu.

3. Tiadea juga punya kalimat tanya yang sangat enak didengar karena ia bertanya dengan sangat halus. Kalau ia mau menanyakan apakah papa telah mandi, ia akan berkata: "papa, mandi, sonde...?".

4. Satu kalimat yang sedikit menjengkelkan ibunya adalah kalimat yang suka menyalahkan orang kalau ia ditentang atau dilarang melakukan ini atau itu. Ia akan berkata: " papa niyyy..hmmmhhh". saya dan ibunya mencoba mencari tahu dan ternyata itu pengaruh dari nanny-nya. sampai sekarang masih agak susah dihilangkan dan kami hanya berusaha tidak menggubrisnya, agar ia tidak selalu menggunakan kalimat tersebut sebagai senjata.

5. Di saat jam tidur, begitu naik ke tempat tidur dan meletakkan kepalanya di bantal, ia akan berteriak, "Ita, sudot dua setengah...". Artinya: " Ita [nanny], tolong buatkan susu dalam dot sebanyak 250 mililiter." kalimat itu biasa ia dengar dari ibunya sejak di Kupang kalau dia mau tidur. Entah dia mengerti atau tidak soal volume susu itu, yang jelas setiap menjelang tidur ia akan berteriak, "Ita, sudot dua setengah!".

6. Yang saya kagumi darinya adalah daya ingatnya yang luar biasa. Dia akan mengingat hal sekecil apapun yang sudah kami katakan kepada beberapa bulan sebelumnya, bahkan jika kami hanya sekali mengatakannya. saya dan ibunya sampai terheran-heran dengan beberapa ingatannya yang luar biasa. Kemarin (Kamis, 11 Agustus, 2011) dia mengambil sebuah majalah dan langusng menunjuk David Schwimmer yang sedang berpose dalam sebuah iklan film Friends dan berkata: "Melman". Saya ingat saya pernah memperlihatkan para character dalam film Madagascar dan siapa saja pengisi suaranya kepada ia dan ibunya dan beberapa orang lagi saat ia dan ibunya berkunjung ke Jakarta selama beberapa minggu. Jadi tidak secara khusus saya tunjukkan kepadanya. dan itupun hanya dilayar komputer. Tapi rupanya ia memperhatikan dan mengingatnya.

7. Jika ia mengelus-elus adiknya yang menangis ia akan berkata "easy boy" [imitasi dari adegan Tinkerbell dimana seorang peri mengelus-elus kepala tikus yang ketakutan]

8. Ada satu kalimat dan aksi yang belum kami mengerti konteksnya. setiap saat adiknya mandi, dia akan masuk ke kamar tidur, naik ke kursi dan menoleh dari jendela sambil berkata "by the way" sambil tertawa. Kami menduga mungkin baginya "by the way" artinya mandi di bak mandi. ini dikuatkan dengan kenyataan bahwa setelah selesai mandi ia akan sering berkata "by the way abis". Tetapi darimana konteks, kami tak tahu.

9. Ada juga satu kata yang aneh adalah "Yuno Mesak". dia menamakan seekor ikan dalam adegan film FINDING NEMO dengan nama tersebut. Entah apa maksudnya kami juga tak tahu.

10. Sudah sejak lima atau enam bulan lalu [sebelum dia ke Kupang] ia pandai menyanyikan "run, run as fast as you can, you can catch me. I'm a ginger BAD man". seharusnya "bread man" tapi ia mengucapkannya "bad man". namun sejak sbatu [20 agustus 2011] tiba-tiba ia menyanyiknanya secara berbeda: "bad man" diubah menjadi 'bad boy". jadinya: "run, run as fast as you can, you can catch me. I'm a ginger bad boy". saya dan ibunya sampai terheran-heran ia seperti mengerti logika kalimat itu, kami menyangka selama ini dia hanya menghafal saja tanpa mengerti artinya.

11. Daftar kata-kata aneh lain adalah:
- "Tabui"=Astro boy,
- "Koter" = dokter, dalam lagu JESUS DOKTERKU YANG BAIK dia selalu menyanyikannya "Yesus koterku yang baik".
- "Miki nose" = Mickey Mouse
- "Peri pung rajin" = peri pengrajin dalam film Tinkerbell
- "Pidemen" = Spiderman

(bersambung)
Palmerah, 12 Agustus 2011

Perkembangan setelah empat bulan [awal Desember 2011]:
setelah empat bulan, kosa katanya semakin banyak dan semakin jelas pengucapannya, sudah bisa diajak berbicara secara lancar. Namun masih ada satu dua kata yang diucapkan secara lucu misalnya:

"itu bagusss, itu lucu" = ungkapan yang selalu digunakan secara paralel untuk menunjukkan preferensinya, terutama dalam memilih saluran televisi.
"dia senangggg," "bapa senang do"= dia tidak suka orang menujukkan expresi kemarahan. Kadang ia memerintahkan saya ikut senang/tersenyum, "bapa senang do!"
Frasa "Om Suka" telah berubah menjadi "Om tidak suka"
"Kom dan Jeri" = Tom and Jerry
"lagukan" = kecegukan
"tuuli up" = turn it up. Menirukan iklan acara anak-anak di Disney channel
"keular" = keluar
"temau" = tidak mau

Monday, November 28, 2011

Sepe su babunga mama


Sepe su babunga mama
Hari bagini mama su sibuk bikin kue
selalu abis karena kotong enam orang makan terus
Mama suka marah karena papa sonde bantu
belum lagi kue sonde res, karena salah campur

Sepe su babunga mama
Hari bagini bapa su suru jahit baju dengan celana baru di om Mudin
Seragam untuk enam orang
Karena cuma satu pasang, dipakai jalan selamat berulang-ulang
Biar dadolek sonde apa-apa, yang penting baru
sepatu sonde perlu baru, karena belum tentu orang liat pi bawah


Sepe su babunga mama
Tanta be’a di seblah rumah su mulai putar lagu natal
Te'o Rina di sebelah rumah ju su datang babantu mama
Beras untuk om Lipus, mama su sadia
Sapa yang antar, beta sonde tahu

Sepe su babunga mama
Anak-anak sekolah minggu dong su latihan drama
Gereja su mulai bahias
Itu gambar dengan patung Yesus di kadang domba itu
Selalu ada di sudut gereja

Sepe su babunga mama
Dulu waktu papa masih di sana
Di gudang banyak minuman kaleng
Orang dong suka kirim
Papa pung suka beli daging dari om Alex

Sepe su babunga, mama
Bunyi lonceng gereja ke rasa lebih terang
Sebentar-sebentar ujan
samua ijo sampe di atas bukit-bukit belakang rumah
Air Jambu lebih penuh dari biasanya
Kalau mandi tinggal lompat sa

sepe su babunga mama
pohon terang su menyala di ruang tamu
kartu natal kiriman bagus-bagus
papa ada siap bacaan Alkitab

Sepe su babunga mama
lai sadikit kotong su bajalan salamat mama
Jalan kai jaoh sonde soal
karena bemo sonde mau muat anak kecil
Masuk di rumah om Kim tiga kali sonde soal
Karena om Kim sedia banyak uang nekel

Sepe su babunga mama
parcel natal dari orang kaya lagi sadiki su sampe
itu waktu papa masih ada posisi
itu semua ilang waktu papa su pensiun
tapi kotong ju punya sedikit uang untuk beli itu semua
beta sonde mangarti kenapa hadiah bukan untuk orang miskin

Sepe su babunga mama
Kotong biasa bakumpul di meja makan
Kadang tunggu kaka, karena dia masih di gereja
Mori makan duluan karena dia masih kecil
Yang lain bahitung sapa pung giliran berdoa kali ini

Sepe su babunga mama
Baju paling bagus su strika dari pagi
Sore mama bawa kotong pi siram rampe
Masing-masing tahu di mana kubur opa Pau
om Mau, opa Pau, Pan Kiel

Sepe su babunga mama
Tanggal 24 malam ke hari karamat
Kitong bakumpul jam 12 malam
Yang tidor papa kasi bangun
Petasan dan anak-anak balari motor di luar sonde soal
Yang penting kotong berdoa dulu
Beta sonde tahu kenapa papa selalu menangis

Sepe su babunga mama
Dari Batakte, Batuplat, Babau
Kembali Batuplat kotong sama-sama
Sekarang, papa su sonde ada lai…
Selamat natal mama sayang

Serpong, 28 November 2011

Friday, November 25, 2011

Aku mengingat guru-guruku



Sekolah di Rote, tahun tidak diketahui. Sumber: James Fox, Harvest of the Palm, hal. 133
Kecil perawakannya,
Ramah dan selalu tersenyum
Aku masih ingat senyum dan suaranya
Suka mengajak kami menyanyi
Ia pandai bercerita
Sebuah cerita dari sebuah buku bergambar
tentang burung-burung di atas sebuah pohon besar
tak pernah kulupakan sampai sekarang


Selalu ingin kucari buku itu
Tetapi belum jua kutemukan
Ia suka membuat kami berlomba membaca di kelas
Pak Dopen namanya, aku sudah lupa nama depannya
Dia guru pertamaku di kelas satu SD
di sebuah kampung, di pulau paling selatan negara ini
Entah di mana dia sekarang

Ia seorang ibu yang ramah
Aku tahu dia sayang kepadaku
Ia tahu kelebihan dan kelemahanku
Jam pelajaran membaca ia begitu bangga padaku
Jam matematika, ia tersenyum seakan mengerti
Menunggu sampai aku selesai
di saat hampir seisi kelas sudah selesai
Ibu Thene, aku tahu dia sangat baik padaku
dari caranya memperlakukanku

Dia galak
Seisi sekolah takut kepadanya
Aku juga, tetapi aku berusaha mengerjakan semua tugasku
Membaca dan mengikuti pelajarannya dengan seksama
Mungkin karena itu aku selalu mendapat nilai baik darinya
Puluhan tahun kemudian aku tak mungkin bicara bahasa Inggris
Tanpa sekali terlintas di benakku Martinus Suban
Keras, sistematis, namun tahu apa yang dilakukan

Dia ada dalam lintasan hidupku
Ketika aku sangat kacau
Aku merasa diperlakukan tidak adil oleh sekolah
Aku protes, walau dengan cara yang salah
Sering bolos, dan segala macam kenakalan yang dilakukan anak SMA
Tak ada guru yang benar di mataku saat itu
Namun sebuah tempelengan kecil dengan dua jari di pipiku
Tidak keras, namun tak akan pernah kulupakan sampai sekarang
Aku tak marah, aku malu sekali waktu itu
Malu bukan karena dipukul secara keras, tetapi karena disentuh pealn dengan dua jari
Sentuhan dua jari  itu ternyata kekuatannya jauh lebih besar
Dari tamparan keras lima jari penuh amarah
Ia membuka mataku sampai bertahun-tahun
Sampai sekarang aku tetap malu kalau mengingatnya
Frans Sowo nama guru itu

Ia cerdas dan konsisten
Kadang sinikal namun lucu
Ia melucu tanpa tertawa
Analisisnya terhadap persoalan kekinian selalu membuat tertawa
Aku tahu apa yang ia mau dari mahasiswa
Aku tak pernah punya buku yang ia wajibkan bagi kami
Namun sesi tanya jawab tak pernah kusia-siakan
Alhasil dia tak pernah tahu apakah aku punya buku itu atau tidak
Ia membenci mereka yang tahu setengah-setengah
Baginya lebih baik tidak tahu
daripada tahu separuh-separuh
Ia tahu batasan pengetahuannya
Namun ia bukan guru berkacamata kuda
Wawasannya luas, seluas konsistensi berpikirnya
Sekuat ketahanan intelektualnya
Andreas Anaguru Yewangoe namanya
Ujilah ia maka engkau akan tahu ia semurni pikirannya

Ada banyak guru dalam hidupku
Kakekku seorang guru dan ibuku seorang guru
Kritis namun tak pernah mengeluh
Sama memperlakukan anak sendiri dan anak lain
Aku ingat wajah-wajah mereka sekarang
Sampai kapanpun akan kuingat
Mereka adalah orang-orang dalam perjalanan hidupku

Oh, ada seorang guru yang tak mengajar di kelasku
Tapi aku bisa membaca karenanya
Bahkan sebelum aku menyentuh bangku sekolah
Magdalena Lenggu, adik ibuku
Ti’i nona begitu biasa kupanggil
di rumah nenek, dalam keadaan hamil besar, ia mengajarku membaca
Terima kasih ti’i nona, terima kasih semua guruku
Kalian adalah wajah-wajah yang tak mungkin aku lupakan

Serpong, 25 November

Selamat hari guru

 Keterangan foto: Sekolah di Rote, tahun tidak diketahui. Sumber: James Fox, Harvest of the Palm, hal. 133

Wednesday, November 23, 2011

Selamat Hari Ayah, papa....

Aku dan papa di Bandara Sukarno-Hatta, saat papa mengunjungi kami untuk terkahir kalinya.
Selama hampir 37 tahun hidupku, ia tak pernah sekalipun memegang tangaku mengajak bermain bola seperti ayah lain memperlakukan anak-anaknya. Ketika aku masih kecil, aku malah takut kepadanya. Aku pun pernah menanggap dia bukan ayahku, karena aku tinggal bersama kakek nenekku dan aku memanggil dia “bu Min” artinya kakak Min.

Memang aku tahu bahwa ia ayahku, dari menguping percakapan orang-orang dewasa, namun secara mental aku lebih siap memanggil papa dan mama kepada kakek dan nenekku. Aku ingat ia pernah satu kali datang menjenguk ku di Rote, aku tak punya rasa apa-apa terhadapnya. Mungkin karena aku masih terlalu kecil, belum juga SD saat itu. Tapi aku ingat ia memberikanku sebuah sisir aluminum yang punya kaitan seperti bullpen. Aku menjadikan sisir itu mobil-mobilan.

Saat di Rote itulah hampir setiap liburan aku dibawa ke kota yang bernama Kupang untuk menengok “bu dan susi” di Kupang. Anak-anak lain mungkin berlibur ke rumah nenek dan kakek di desa, aku mengunjungi “kakak perempuan besar” ku yang menikah dengan “Om Min Messakh” di kota.

Aku pindah ke kota sekitar kelas 3 SD, tinggal bersamanya,  ibuku dan saudara-saudaraku. Suatu lompatan yang sangat besar dalam hidupku. Dari kehidupan seorang anak yang dimanjakan kakek neneknya ke kehidupan sebuah keluarga dimana sang ayah menerapkan disiplin yang ketat kepada enam orang anak laki-lakinya. Aku ingat aku menangis tiap malam di tempat tidurku mengingat kakek dan nenek. apalagi kalau aku merasa disakiti, aku ingin pulang ke Rote.
Sikap papa yang keras dan tegas lebih sering kusalah mengerti. Ia selalu memperlakukan kami secara sama. Satu salah semua kena hukuman.

Jangan pernah membayangkan ia mengosongkan sakunya untuk kami tidur di pangkuannya seperi anak-anak lain, jangan pernah berharap ia mengantar atau menjemput kami dari sekolah setiap hari, membawa kami jalan-jalan atau bermain permainan bodoh anak-anak.  Sangat mahal ia memberi pujian kepada kami. Jangan pernah berharap dia ada di tepi tempat tidurmu ketika kamu sakit, atau membacakan dongeng kesukaanmu sebelum tidur. Jangan juga mengharapkan kue atau hadiah ulang tahun darinya. Satu-satunya kemewahan bagi kami, itupun hanya ketika masih SD saja, adalah baju baru menjelang natal dan tahun baru: Seragam kebesaran enam orang anak laki-laki.

Ia hanya tak tanggung-tanggung kalau kami meminta buku dan peralatan sekolah. Aku ingat ia datang sendiri ke asrama tempat aku tinggal saat kuliah, lengkap dengan pakaian seragam pegawai negerinya, mengantarkan fotocopyan leksikon Yunani yang hampir setebal 3 Alkitab. Aku memintanya memfotocopy buku itu karena aku tak punya uang. Ia  mengantarkannya sendiri walupun tak kuminta. Kalau aku meminta barang lain tak mungkin dia mengantarkannya. Buku memang makanan kami sejak kecil. Ia selalu membelikan kami buku walaupun buku itu belum tentu kami sukai, ia akan menyimpannya di rumah sampai satu saat kami membuka dan membacanya.

Aku pernah marah dan mengujinya, karena aku berpikir apakah ia akan pernah membelikan aku barang lain selain buku? Saat selesai membeli sebuah buku di sebuah toko buku di Kupang, aku memintanya membelikan aku baju. Ia membelikannya, satu saja sesuai permintaanku. Setidaknya itulah sekali aku ingat membelikanku baju secara khusus kepadaku. Ia tak pernah memberi lebih dari apa yang kami minta.

Ada penyesalan yang takkan pernah hilang di hatiku bahwa aku tak sempat memberinya kebahagiaan di hari tuanya, menyenangkannya selagi aku mampu. Tapi aku juga tahu bahwa sebesar apapun usaha kita untuk membalas kasih orang tua, takkan sekali-kali pernah terbalaskan, sekaya apapun engkau, sebesar apapun pemberianmu.

Di saat dia sakit keras di rumah sakit dan aku datang menjenguknya, anak istriku tidak kubawa karena terburu-buru. Aku membawakannya sebuah topi cowboy kesukaannya yang kubelikan dari Jeju Island, Korea Selatan. Ia malah mengomentari jam tanganku. “bagus” katanya. Tak pernah dia memuji seperti itu dan akau tahu bahwa ia ingin memintanya tapi malu mengatakannya. Akupun pura-pura tidak mengubris karena tak terpikir olehku kalau ia akan pergi selamanya beberapa minggu kemudian. Aku berpikir, aku masih bisa membelikannya yang lebih baik dari yang kupunya sekarang. Namun ternyata hidup berkata lain, bukan jam tanganku yang kuberikan kepadanya melainkan cicinnya yang aku pakai sekarang sebagai kenangan akannya.

Tapi aku bisa saja terus menceritakan sejuta kenangan manis, tapi cukuplah cerita-cerita di atas. Mungkin ia tak pernah mengatakan sekalipun ia mencintai kami, mungkin dia tak pernah mengantarkan kami ke sekolah minggu atau ke sekolah, mungkin ia tak pernah mengajak kami bermain, dan melakukan hal lain yang lazim dilakukan ayah dan anak; tapi hidupnya selama bersama kami telah membuktikan segalanya. Dalam waktu 37 tahun aku tak pernah ragu bahwa ia membanggakanku dan saudara-saudaraku. Bahwa ia tak pernah pilih kasih terhadap kami berenam bahwa ia sungguh mencintai ibuku.

Aku percaya sedalam-dalam sampai saat ini bahwa, dia mencintai kami sebagai batu karang yang teguh. Dia tak pernah berlaku sebagai layaknya ayah-ayah lain kepada anak-anaknya karena memang dia bukan begitu. Setiap orang mencintai dan mengekspresikan cinta dengan caranya sendiri. Tergantung latar belakang hidupnya. Dia datang dari jaman yang berbeda, dari dunia yang berbeda, bahkan kalau boleh dikata dari keluarga yang berbeda. Sulung dari 11 bersaudara dia telah mandiri sejak kecil. Sejak SMP dia sudah bersekolah jauh dari rumah, sejak SMA dia merantau ke Kupang, menumpang di rumah orang.

Sikapnya keras, bahkan cenderung kaku. Tapi aku tak pernah meragukan bahwa jauh di dalam lubuk hatinya, ia sangat menyayangi kami. Tentu saja kami pernah protes, verbal maupun unverbal, tapi itu tak akan merubahnya. “Saat kita kecil, orang tualah yang mengerti kita, saat kita dewasa kitalah yang harus memahami orang tua kita,” kataku kepada adik-adiku kalau mereka protes.

Aku percaya ia mencintai kami lebih dari apapun sampai akhir hayatnya. Sampai akhir hidupnya ia tetap Benyamin Messakh yang kami kenal. Tak berubah sedikitpun, terhadap kami maupun terhadap orang lain. Saat kami mengantarkannya ke liang lahat dengan pakaian adat Rote kebesaran kami, kakak sulungku berkata: “beta kira dia su pensiun jadi sonde laku-laku lai, orang su lupa sang dia. Tapi ini hari beta tahu orang masih sayang dia.”

Ia mungkin tak terkenal, engkau tak akan melihatnya di televisi. Tapi ia adalah pahlawan bagiku. Teman-temanya memanggilnya Min, orang-orang memanggilnya Om Min atau Bu  Min, ibuku memanggil “bu” saja. Aku memanggilnya Papa. Selamat hari Ayah, papa!

Serpong, 20 Juni 2011



Monday, November 21, 2011

Apuse bukan Garuda


Kalau malam ini mereka kalah, biasa saja. jangan sekali-kali keluarkan kebiasaan Indonesia mu itu dengan menyalahkan mereka karena mereka sudah terlalu banyak berkorban. 
Bukan hanya di lapangan berukuran 110 x 75 meter itu, tetapi di tanah seluas 420.540 km² itu banyak yang sudah mereka korbankan untuk Indonesia, bahkan lagu yang kalian nyanyikan di lapangan sepakbola dengan fasih adalah perampasan dari lagu mereka "APUSE"....
Mulai dari Biak sampe Merauke, dari Raja Ampat sampe Tanah Merah, satu saat akan berkibar Bintang Kejora dan bergema "Hai Tanahku Papua"..
 

Tuesday, November 15, 2011

Jalan bersama mama bokik*

Mama di Kupang, saat menghadiri pernikahan Mori
Aku ingat berpuluh tahun lalu
aku jalan bersamamu
Dari Lalao ke Oeulu
Langkahmu pendek seperti langkahku
Namun engkau tak berkata “ayo cepat jalan”
Engkau selalu bersabar

Baru sekarang aku berpikir
Engkau telah cukup tua waktu itu
Namun engkau memberi kaki-kaki kecilku tumpangan
Aku di atas kuda, kau berjalan kaki menarik kudanya

Pelangi yang engkau lihat tergantung dari mana engkau memandangnya

Seorang teman, Papy Zina, bertanya: "Apakah kalau hujan buatan bisa kita melihat pelangi?" ingatan kepada pelajaran SD membuat saya menjawab: "tergantung di mana engkau berdiri akan menentukan apakah engkau melihat pelangi atau tidak."
Ternyata ingatan saya masih cukup lumayan. Kemudian saya mencari informasi tentang pelangi, dan ternyata ada benarnya: kalau engkau menghadap matahari engkau tak akan melihat pelangi. Hanya ketika engkau membelakangi matahari dan di depanmu ada titik-titik air maka engkau melihat matahari. [How rainbow are formed?][Rainbow]
Hidup tak jauh berbeda. Keindahan hidup bisa engkau lihat tergantung sudut pandangmu.  Selamat menikmati pelangi...

Sunday, November 06, 2011

Nyanyian dari sebuah gubuk kardus

KUSUSURI trotoar di tengah rintik malam ini, terdengar olehku sebuah lagu mendayu. Semakin melangkah semakin jelas dari mana arah suara itu. Sebuah gubuk kardus di sebrang jalan, nampak sayup cahaya lilin dari dalam. Alunan nada yang mendayu membuatku terpaksa menyebrang jalan untuk sekedar menengok ke dalam gubuk itu.

Seorang ayah memeluk anak laki-lakinya tidur berselimutkan kain kumal di atas tumpukan koran sambil meninabobokan anaknya. Beginilah kira-kira syair yang dinyanyikan sang ayah:


Tidurlah anakku sayang
malam telah menjemput kita
biarlah beristirahat tubuh kecilmu
maafkan ayah yang cuma sebentar bersamamu

karena hidup merampas waktuku darimunamun ketahuilah, cintaku tak pernah berkurang padamu
janganlah lagi menangis ketika aku berangkat kerja
karena aku akan selalu kembali ke rumah kita ini

tidurlah anakku sayang
cukuplah bermain hari ini
Jika engkau besar nanti
tak perlu menjadi orang besar dan dihormati
cukuplah bagimu menjadi orang baik
dan berguna bagi keluargamu
tumbuhkah menjadi besar dan bawalah cinta dalam hatimu
pikulah salibmu di jalan yang ditentukan bagimu
Jikalau hatimu susah
ingatlah cinta aku dan ibumu kepadamu
jangalah pernah lupakan darimana engkau berasal
janganlah lupakan Allahmu
dan cerita tentang sobat dari Galilea
yang sering kuceritakan kepadamu
Dialah yang menghapus airmatamu
Dialah yang membalut luka-lukamu

tidurlah anakku sayang
karena hari punya batas
dan cakrawala punya tepian
Jika engkau besar nanti
Cukupkanlah dirimu dengan apa yang ada padamu
jangan pernah mengambil hak orang lain
jangan pernah iri akan keberhasilan orang lain
ingatlah cerita keadilan
yang selalu dipesankan oleh kakek nenekmu

Tidurlah putraku sayang
ayah selalu bersamamu di sini
Satu saat nanti aku dan ibumu akan pergi
Namun doa kami akan selalu bersama engkau dan adikmu
Kiranya Tuhan selalu menjaga kalian
cukuplah itu bagi kami untuk pulang dengan tenang
Jika engkau menemukan jodohmu
kasihilah dia sepenuh hatimu
jangan pernah sakiti hatinya
seperti aku tak pernah menyakiti hati ibumu
bantulah dia sepenuh hatimu
ingatlah betapa ibumu tak pernah mengeluh bersamaku
seakan tak pernah lelah merawat engkau dan adikmu


Tanpa kusadari aku telah berhenti beberapa saat untuk mendengarkan nyanyian ninabobo ini. Bahkan telah beberapa kali aku mendengarkan lagu itu. Kakiku seakan tak mau melangkah pergi. Aku terduduk merenungkan nyanyian itu di tengah rintik hujan yang belum juga berhenti. Di jalan, kendaraan terus menderu seakan tak akan peduli pada duka hati seorang anak manusia. Tak sadar butiran hangat meleleh di pipiku dan sebelum beranjak sebuah doa kuucapkan: "Tuhan, jaga keluarga ini. Amin".

Serpong, 5 November, 2011

Wednesday, September 28, 2011

Ke Lospalos Ku Kan Kembali



KAMI berhenti untuk makan siang di sebuah kampung kecil di tepi jalan di sub-district Vemasse, Baucau. Carabela nama kampung itu.

Ikan bakar, dan sambal Timor yang terbuat dari ai manas dan jeruk [1] telah menanti perut yang sejak pagi telah keroncongan. Sebuah rumah beratap daun sederhana, beberapa orang anak-anak bermain di sekitarnya dan juga sejumlah babi berkeliaran..bukan hal yang luar biasa bagiku. Duduk di atas sebuah bangku bambu sambil mengangkat kaki ke atas, menambah lezatnya ikan-ikan bakar itu. Tak seperti biasanya, aku makan banyak kali ini. Aquino makan tiga potong, aku juga. Di luar anak berebut es potong, babi-babi berebut sisa makanan.

Sehabis makan, perjalanan dilanjutkan kembali dengan malas-malas. Luis dan Vonya duduk di depan, aku dan Aquino di belakang. Suzuki Vitara bernomor polisi 15.661 itu seakan tak mau beranjak. Kami memang bukan sedang berwisata, kami sedang dalam perjalanan untuk melayat. Kakek Aquino, Pedro do Carmo Vieira, seorang Liurai [2] di Pairara meninggal seminggu sebelumnya.

Kami melewati Bucoli, kampung halaman pahlawan pembebasan Timor, Vicente dos Reis yang lebih dikenal dengan nama Sahe.[3] Mirip kampung-kampung di Timor Barat, mamar, sawah, pohon sukun, beringin, ternak. Saya membayangkan, betapa progresifnya wawasan Sahe saat itu. Anak Liurai yang baru pulang dari Lisboa itu, pulang ke kampung halamannya, memilih memakai nama asli Timornya, Sahe daripada nama sarani [4]-nya, Vincente dos Reis. Ia menjalankan program yang disebut alphabetisasi kepada orang-orang sekampungnya. Bersama-sama saudara-saudara yang bekerja sebagai guru di sekolah setempat, ia mendirikan berbagai kelompok di desa. Kelompok-kelompok ini membahas situasi politik terbaru, menjalankan koperasi pertanian, menghidupkan budaya lokal termasuk tarian-tarian dan lagu-lagu, organisasi pemuda dan organisasi perempuan. Kelompok-kelompok ini adalah pelopor yang melakukan kegiatan yang kemudian dijalankan oleh anggota Front Revolusioner Kemerdekaan Timor-Leste (Fretilin) di desa asal masing-masing.



Lamunan saya buyar oleh teriakan Vonya. “Camarada!” begitu sapanya kepada perempuan-perempuan yang sedang duduk di sebuah kiosk di tepi jalan. Mereka adalah ‘orang-orang Sahe’ (Sahe sira), begitu penjelasan Vonya dalam bahasa Tetum yang saya mengerti seadanya. Namun bukan itu minat saya, saya malah memikirkan mengapa mereka menyapa satu sama lain dengan camarada.[5] Alangkah asingnya, di abad duapuluh satu ini, sebuah kampung di pulau yang saya diami, kampung yang mirip kampung-kampung lain yang pernah saya lalui di pulau ini, orang saling menyapa dengan camarada. Apakah ini pertanda sosialisme belum mati, ataukah cuma roh sosialisme bergentayangan di siang hari? Jawabannya mungkin membutuhkan sebuah diskusi panjang.

Tak lama berselang kami masuk kota Baucau. Mirip Kampung Airmata di Kupang. Hotel Flamboyan [6], nampak berwajah baru. Hotel yang pada jaman Indonesia digunakan sebagai tempat penyiksaan itu, dicat merah lylac, tak nampak lagi wajah penyiksaan di luarnya. Walau, mungkin di dalamnya masih tersimpan perih sejarah.

Di tengah kota berdiri tegak sebuah gedung pasar tua yang lebih mirip gereja tua. Pasar Municipal, begitulah biasa disebut orang. Ide lama yang terpendam soal dokumentasi gedung bersejarah muncul kembali di kepala. Tepat di depan pasar itu, sejumlah toko berjajar. Western Union juga ada di sana, kalau-kalau ada yang mau mengirim uang atau mengambil kiriman. Tak ketinggalan Timor Telcom. Signal hand phone memang mulai jelas di sini. Sebuah sms masuk. Mana Karen pamit karena akan pulang minggu besok.

Arah timur luar kota Baucau, lebih mirip Nurobo di Timor Barat. Sawah luas dan ternak. Sekali dua muncul para gembala domba, mirip ba’i-ba’i [7] di Rote.

Kami berhenti sejenak di tempat dimana para suster, dan wartawan Agus Mulyawan dibunuh oleh Joni Marques. Sedikit ke arah timur, sebuah benteng Portugis tua masih nampak menyindir zaman.

Sebelum masuk Lospalos, kami masuk sebuah jalan kecil. Jalan ke Pairara. Vonya mulai menyambil satu dua shot dengan arahan dari Luis, reporter Telivicao Timor Leste (TVTL). Pagar batu, dan topografi mengingatkan aku akan kampung-kampung di Kupang Barat, tempat ayahku mengabdi selama kurang lebih 12 tahun. Tak terasa sampai sudah kami ke Pairara. Nampak beberapa tenda daun dan meja bambu. Seekor kerbau besar tertambat di bawah pohon.

Kami langsung menuju rumah tempat jenazah disemayamkan. Kami hening sejenak di depan peti jenazah. Kakek tua berhidung mancung itu nampak mengenakan dua bintang jasa di dadanya. Dari motif dan jenisnya, nampak bukan dari jaman Indonesia. Lagipula otoritas Indonesia mana yang rela memberi bintang sebagus itu kepada seorang kakek tua di sebuah negeri kering seperti ini. Sejauh perkiraan saya, bintang sejenis itu hanya milik mereka di Jakarta. Dari Aquino saya tahu bahwa orang tua yang meninggal dalam usia 90 tahun itu adalah adik kandung dari kakek Aquino. Dia lah yang membesarkan ayah Aquino saat kakek Aquino dibuang oleh pemerintah Portugis ke pulau Atauro.

Jenazah sang liurai ini telah disemayamkan selama seminggu. Penguburan belum juga dilaksanakan. Sesuai adat, sebuah upacara penguburan yang besar harus dilaksanakan, semua anak cucu dan sanak keluarga akan hadir. Jenazah akan dikuburkan dini hari saat sebuah bintang yang disebut No Ipi [8] muncul. Selama disemahyamkan, tarian dan nyanyian adat terus dilantunkan.

Sore itu, setelah beristirahat sebentar kami ke kota Lospalos. Kami tiba di kota sekitar pukul enam sore. Kota itu mungkin sedikit lebih besar dari Papela atau Ba’a di Rote. Aquino menunjukkan rumah mereka yang kini ditinggalkan. Sebuah rumah tua yang bagus. Toko-toko yang berjejer di pusat kota punya cerita sendiri. Pada jaman Portugis, toko-toko milik orang Cina itu punya nama, namun tentara pendudukan Indonesia tidak menyukai nama-nama Cina itu. Komunis katanya. Para tentara kemudian mengganti nama toko-toko itu dengan nomor. Ada sembilan toko diberi nama Toko 1, Toko 2 dan seterusnya.

Hari menjelang gelap ketika kami masuk rumah tante Aquino. Seorang gadis manis sedang menyapu di halaman. Aquino langsung menonton TV bagaikan telah seabad tak menonton TV. Aku memperkenalkan diri lalu bergabung dengan Aquino. Penghuni yang ada saat itu adalah tiga orang gadis cantik. Tak heran, rumah itu tampak rapi. Sebelum makan malam, aku mandi sebentar. Kami makan malam sambil menonton TV. Aku ingin berita, Aquino ingin film. Sang ayah, seorang anggota PNTL (Kepolisian Nasional Timor-Leste) tiba saat kami sedang makan.

Cuma sebentar kami di kota Lospalos. Setelah makan malam, kami kembali ke Pairara. Semua anggota keluarga mengantar ke depan. Mungkin sudah lama Aquino dan Vonya tidak berkunjung. Ada rasa yang lain di hati; aku ingin lebih lama di Lospalos. Di tengah jalan, telpon genggam yang dipegang Vonya sebentar-sebentar berdering. Rupanya itu adalah telpon Pedro, kakaknya yang terlanjur dibawa. Pedro tak sabar menanti telponnya.

Kembali di Pairara, kami langsung ke tenda-tenda itu. Banyak orang telah hadir. Makan malam sedang berlangsung. Menurut sopan-santun, kami harus makan lagi. Setelah membaur di tengah orang-orang selama beberapa saat, kami dipersilahkan makan lagi. Vonya dan Luis entah ke mana. Aquino menemani aku makan malam, sementara di kejauhan, suara-suara nyanyian adat terus melantun.

Sehabis makan, diskusi spontan berlangsung. Mulai dari tradisi penguburan sampai mitos asali orang Pairara, mulai dari korupsi sampai publik service, mulai dari Xanana sampai SBY dan TNI. Menjelang pukul dua dihinari, aku pamit untuk tidur. Aquino dan yang lain melanjutkan diskusi. Entah sampai jam berapa.

Aku bangun sekitar pukul 11. Ajakan Vonya untuk bersama ke Com terpaksa kutolak. Belum mandi dan sikat gigi. Vonya dan Luis berangkat sendiri ke Com. Mengundang orang-orang katanya.[9] Aquino belum juga bangun saat itu. Beberapa saat kemudian, seorang pamannya datang membangunkan. Ia mungkin tak akan bangun jika pamannya tidak berkata bahwa ia harus menemani aku sarapan. Daging lagi. Sejak kemarin memang. Aku teringat pesta-pesta di pedalaman Rote.

Sehabis makan, satu dua pembicaraan menyangkut tradisi penguburan berlangsung. Menjelang siang, seorang bocah mestizo [10] muncul. Kerinduanku pada anak kecil sedikit terobati. Dia anak yang cerdas dan berani. Steven namanya. Ibunya Australian dan ayahnya Flores, namun dia hanya bisa berbicara bahasa Tetum dan bahasa Indonesia.

Sore harinya, sebelum pulang ke Dili, kami kembali ke Lospalos. Menengok kuburan ibu Aquino dan mengisi bensin. Steven ikut. Kali ini aku di depan. Sesampai di pekuburan, Aquino meminta aku menebak kuburan ibunya. Tepat tebakanku. Kami memasang lilin di kuburan ibu, adik dan nenek Aquino. Aku ingin bertanya berapa usia Vonya saat ibunya meninggal, tapi aku urungkan. Mungkin, bukan saat yang tepat. Aku perhatikan, beberapa kali mereka menyentuh kuburan sebelum membentuk tanda salib. Suatu tradisi Katholik yang tak kumengerti maknanya. Aku sedikit merasa bersalah tak melakukannya.

Setelah kuburan, kami mengisi bensin. Aquino, Steven dan aku sempat mengambil foto di jalan yang bernama Rua Maluk Korea yang berarti Jalan Teman Korea. Nama itu adalah tribute kepada pasukan PBB asal Korea Selatan yang bertugas di Lospalos selama masa transisi PBB. Kami sempat melewati lapangan merdeka. Anak-anak dan para pemuda sedang ramai berolahraga. Ada juga yang cuma nongkrong di sekitar lapangan. Sedikit mengintari kota, kami tiba di sawah milik keluarga Aquino. Tak ada yang mengolahnya kini karena sang ayah menetap di Kupang. “Saya yang akan pulang untuk mengerjakannya” kata Aquino tak serius.

Mentari mulai condong ketika kami, keluar dari kota Lospalos. Anak-anak kampung masih bermain di luar rumah. Rumah putih di tengah padang berdiri tegak mengantar matahari pergi. Mengingatkan aku pada padang-padang Batilangak, Lalao. Selamat tinggal Lospalos, selamat tinggal Pairara. Selamat tinggal sawah, ternak dan laut. Selamat tinggal pohon sukun, tambal ban dan magrib di Lospalos. Awan putih berjejer indah. Senja di padang-padang Lospalos seakan menahan hatiku untuk tinggal. Aku akan merindukanmu Lospalos. Ke Lospalos ku kan kembali.

Catatan Kaki
[1] Sambal jeruk dan cabe khas Timor. Di Timor Barat, sambal ini disebut Lu’at.

[2] Liurai yang secara literer berarti ‘yang mengatasi segala sesuatu yang diatas tanah’ adalah gelar bangsawan di Timor Leste. Di daerah-daerah bagian timur Timor Leste yang menggunakan bahasa Fataluku, Liurai disebut Chau Hafa Malai yang secara harafiah berarti tengkorak yang berasal dari atas.

[3] Vicente dos Reis lebih dikenal dengan nama Sahe. Ia adalah salah satu dari para pemimpin tertinggi dan pendiri Fretilin. Sepuluh orang yang sering disebut menurut ketersediaan informasi tentang Fretilin antara lain: Francisco Xavier do Amaral, Alarico Jorge Fernandes, Nicolau dos Reis Lobato, Mari Alkatiri, Rogério Tiago de Fátima Lobato, José Manuel Ramos Horta, Abilio Araújo, Francisco Borja da Costa, António Carvarino (Mau Lear) dan Vicente dos Reis (Sahe). Sahe menyelesaikan pendidikannya di Liceu Dili. Pada tahun 1972 ia memperoleh beasiswa untuk melanjutkan pendidikan bidang teknik di Lisboa. Saat Revolusi Angkatan Bersenjata 25 April 1974 yang mengantarkan Jenderal Antonio de Spinola ke tampuk kekuasaan, ia berada di Lisboa. Ia tidak menyelesaikan pendidikannya tetapi kembali ke Dili bersama Antonio Carvarinho, Maria Pereira dan lainnya. Merekalah bekas mahasiswa Lisboa yang oleh pers Indonesia dilaporkan sebagai sayap “Komunis” Fretilin. Setelah Timor-Leste memperoleh kembali kemerdekaannya, sekelompok anak muda Timor-Leste mencoba menghidupkan kembali ide-ide dan semangat yang dirintis Sahe dengan membentuk sebuah kelompok diskusi yang disebut Sahe Institute of Liberation.

[4] Sarani berasal dari kata Nazarene (orang dari Nazaret). Nazarene adalah ejekan untuk Yesus Kristus. Saat Yesus disalibkan, di atas kepalaNya tertulis, IRNI yang merupakan singkatan dari Iesus Nazarenus, Rex Ieudoreum, yang berarti ‘Yesus orang Nazaret, raja orang Yahudi.’ Ini sebenarnya adalah sebuah ejekan jika mengingat konteks politik pada saat itu. Kampung Nazaret adalah kampung terbelakang dan miskin serta tidak diperhitungkan sama sekali. Sangat ironis jika seorang dari Nazaret bisa menjadi seorang raja untuk kaum Yahudi. Menjadi raja orang Yahudi saja sudah merupakan suatu ironi, mengingat kaum Yahudi/Yehuda pada saat itu sedang dijajah Romawi. Apalagi yang menjadi raja adalah seorang dari kampung yang dianggap terbelakang. Kata Nazarene kemudian menjadi sebutan untuk para pengikut Kristus. Dalam bahasa Indonesia, orang Kristen disebut kaum Nasrani. Dalam bahasa Melayu tua dan dalam sejumlah bahasa yang mempunyai akar melayu (Ambon, Manado, Kupang) atau pun bahasa yang mendapat pengaruh melayu (Tetun), kata ini bermetamorfosis menjadi ‘Sarani’.

[5] Camarada adalah versi Timor dari kata Camerad. Sejak tahun 1974, Fretilin mempopulerkan kata ini di kalangan mereka untuk menunjukkan egalitarisme.

[6] Sebuah tempat penyiksaan pada zaman pendudukan Indonesia. [more explanation]

[7] Sebutan untuk kakek dalam bahasa Rote.

[8] Menurut mitos asali (myth of origin) orang Fataluku berasal dari bintang. [untuk penjelasan selanjutnya lihat tulisan "Matinya Seorang Chau Hafa Malai"]

[9] Menurut adat klan Cailoro, klan lain hanya boleh datang melayat setelah ada undangan resmi. Tanpa undangan, mereka tak boleh datang walau telah mendengar tentang kematian.

[10] Bahasa Portugis untuk keturunan campuran Eurasia atau Euroafro.

Misery of the ‘oldest profession’


Nottingham

PROSTITUTE Sam was just 15 when she walked the streets for the first time. She had been beaten several times by punters and spent two years in jail after she tried to rob a bank. But she doesn’t have any desire to get out of the game. Matheos Messakh reports…

BORN in Glasgow, Sam now knows Nottingham’s streets like the back of her hand. After all, she was worked as a prostitute on Mappeley Road, Cranmers Street, Villa Road, and Paddington Street for the last 13 years.

Now she mainly works St Ann’s Hill Road, in the up hill part of the city which is home to drugs pushers and hookers desperate to earn enough for their next hit on smack.

Kuta di saat bulan maduku


Perdana Mentri belanja bawa keranjang

Bagaimana jika anda bertemu seorang PM berbelanja kebutuhan rumah tangga di supermarket bawa-bawa keranjang belanja? Itu mungkin seharusnya bukan kejadian langka, tapi itu langka bagi saya sebagai orang Indonesia. Ayahku sendiri jarang melakukan hal serupa. Dan entah di bagian dunia mana ada kejadian seperti itu. Oh, Menlu Swedia, Anna Lindt[1] ditikam mati saat berbelanja dengan seorang teman di sebuah supermarket.

Minggu siang, 2 oktober 2005 dalam perjalanan ke Pasir Putih, Cristo Rei, aku mampir di Lita Supermarket.

Baru saja dua botol Gatorade kuambil dari lemari pendingin, tiba-tiba ke arahku sedang berjalan seorang tua yang sedang memegang kerangjang, menunduk-nunduk mungkin memeriksa nota belanja. Sekarang ia berada tepat di depanku nampak bingung mau ke kiri atau ke kanan. Tak lain ialah Mari Alkatiri, sang PM yang terkenal ketat dalam penganggaran itu, dan teguh dalam prinsip.[2] Aku ingin segera menyapanya, namun niat itu kuurungkan. Aku pura-pura cuek tak mengenal orang ini.

Aku ingin memperlakukan dia sebagai orang biasa saja. Aku pikir itulah yang dia inginkan ketika memilih untuk berbelanja layaknya orang kebanyakan. So, sang PM melenggang di depanku bagaikan seorang tua yang tak pernah dikenal siapa-siapa.

Aku tak tahu mengapa aku menuliskan diari ini. Mungkin karena aku terbiasa menganggap pejabat sebagai manusia yang luar biasa yang WAJIB mendapatkan penghormatan dan penghargaan. Aku jadi ingat saat PM Tony Blair datang ke Nottingham saat terjadi penembakan di Arnold, Nottingham. Orang-orang biasa saja, bahkan mungkin bisa dikatakan tak peduli. Sang PM berjalan santai bersama kepala polisi setempat, sementara orang-orang lalu lalang biasa saja. Waktu itu, aku sempat mengingat sebuah kontras belasan tahun sebelumnya saat Harmoko dan Soeharto berkunjung ke Kupang. Memang para pembesar LAYAK mendapatkan penghormatan tapi bukan pendewaan. Penghormatan yang berlebihan akan membuat mereka lupa diri, penghormatan selayaknya akan membuat orang menjadi tahu diri.

Saya teringat sebuah pengalaman yang boleh dikata memalukan. Saat itu saya sedang melakukan praktek lapangan di sebuah desa di kecamatan Molo Utara, kab. TTS, Nusa Tenggara Timur. Apalagi jaman Orde Baru waktu itu. Seorang bupati dijadwalkan mengunjungi sebuah Sidang Klasis. Ya ampun kami menunggunya dari subuh dan dia baru tiba siangnya. Padahal desa itu cukup dingin dan bangun pada pagi hari membawa penderitaan tersendiri.

Dia disambut bak raja. Dia begitu menjadikan forum sidang gerejawi itu miliknya dan orang-orang begitu terkesima. Sebentar2 bertepuk tangan. Saat dia masuk ruangan, semua orang diharuskan berdiri. saya tidak berdiri dan beberapa orang peserta sidang melirik ke saya, saya acuhkan saja. Waktu dia bicara, semua waktunya dia habiskan untuk mempromosikan dirinya dan keberhasilannya. Saya sebenarnya muak mendegarnya tapi apa boleh buat, semua orang begitu memujanya. Itulah kenangan yang masih saya ingat sampai sekarang.

Footnote:

[1] Anna Lindt adalah seorang pendukung pro-Euro. Dalam minggu yang sama setelah Lindt terbunuh, Swedia menolak Euro melalui sebuah referendum. Dalam minggu yang sama juga reporter BBC Andrew Gilligan memberikan bukti-bukti kepada Hutton Inquiry yang meneliti penyebab bunuh diri Dr David Kelly ditengah tuduhan akan apa yang disebut "sexed up" Gulf War dossier. Gilligan dand BBC mengaku bersalah bahwa telah salah mengutip pernyataan Kelly, dan dalam minggu itu juga Partai Buruh dikalahkan Partai Liberal Demokrat di daerah pemilihan Brent dalam pemilu di London Utara dengan pengalihan suara pemilih yang luar biasa yaitu 29%, sebuah kekalahan yang katanya diakibatkan oleh merosot kepercayaan kepada PM, Tony Blair.

[2] Ada banyak cerita tentang kebersahajaan para anggota Komite Central Fretilin generasi tahun 1975 termasuk yang masih hidup sampai sekarang seperti Roque Rodriguez (Menteri Pertahanan) dan Mari Alkatiri. Seorang pengawal pribadi Mari Alkatiri menceritakan bagaimana Alkatiri selalu mencuci dan menyetrika sendiri di rumah. Sebuah kebiasaan yang telah dilakoni sejak lama. Jika anda bertamu ke rumah Roque Rodriguez misalnya, anda tidak akan menemui pembantu. Roque sendiri yang akan membuatkan teh dan melayani anda. Istrinya pun tidak akan melakukan hal itu. Roque juga adalah mentri yang lebih suka membawa-bawa ransel kayak mahasiswa.

Saturday, August 06, 2011

Barcelona expands academy for youth players

Joseph Wilson
Associated Press/Barcelona, Spain


Barcelona has risen to the top of European football on the strength of its highly productive academy. Now, it's looking to expand its stock of homegrown talent through an expanded school facility to develop even more young players.

The new building was presented to the media on Friday and bears the name of the Catalan club's emblematic old residence, La Masia. By increasing its capacity from 60 to 83 players, Barca hopes to produce more stars like Lionel Messi, Andres Iniesta and Cesc Fabregas.

Tuesday, June 14, 2011

Aku merindu

Kerinduanku kepada heningmu
Membuatku terbawa ke padang-padang
dan semak seakan tak berpenghuni itu
Kota-kotamu dan temboknya bagaikan mati
Tapi ada kehidupan di sana
Damai
Nyata, tanpa pergolakan

Sunday, June 12, 2011

Francesc Fabregas i Soler: Size doesn’t matter

Matheos Viktor Messakh, The Jakarta Post, London | Sun, 06/12/2011 8:00 AM

For Francesc Fabregas i Soler, or “Cesc” as he prefers to be known, size doesn’t matter. Instead, commitment to and enjoyment of the game of soccer is the crucial factor for greatness.


“I think the best player in the world … is Lionel Messi,” the 1.75-meter-tall S
paniard said to his former teammates at FC Barcelona’s youth academy when Indonesian children asked him a question during a visit to London recently.

“So, sometimes you just have to believe in yourself and don’t think that just because you are too big or too small, or physically not strong enough. You can always improve, and if you train hard and practice in a positive way, you can always try to achieve your targets,” he told The Jakarta Post.

The Spanish midfielder is known as a captain that lets nobody down. His work ethic, vision and canny knack for making the right decision when in possession, Cesc slotted in seamlessly with Arsenal’s fluent style of play.

When Fabregas became a goal keeper

Matheos Viktor Messakh, The Jakarta Post, Jakarta | Sat, 06/11/2011 10:29 PM

Not very often does Arsenal captain and midfielder Cesc Fabregas wants to be goal keeper. Perhaps even if he is asked by Arsene Wenger. But this time the Spaniard willingly offered himself to be one.


He did it recently for a bunch of nine children from Indonesia who met him at a soccer center in London.

Thursday, June 02, 2011

Mi'raj Yesus dan murid-murid yang ternganga

Saat mi'raj-nya Yesus, murid-murid menyaksikan. [Kisah Para Rasul 1. 9]. Ketika mereka sedang menatap ke langit kosong itu, mungkin masih belum bisa mengerti apa yang terjadi, ada dua messengers [bukan dari yahoo bukan juga juga dari yang lain] berdiri di dekat mereka dan berkata: "Hai orang-orang Galilea, mengapakah kamu berdiri melihat ke langit? Yesus ini, yang terangkat ke sorga meninggalkan kamu, akan datang kembali dengan cara yang sama seperti kamu melihat Dia naik ke sorga." [ayat 10-11]

Kalau dibahasakan dalam bahasa Kupang, begini kira-kira perkataan kedua massenger berpakaian putih-putih itui:"We ba'i ngao dari Galilea dong, kanapa ko bosong badiri tanganga pi langit sa?! Itu Yesus yang naik pi langit itu nanti turun juga sama ke bosong liat sang dia naik."

Hei orang-orang yang mengaku pengikut Yesus, masih bingung ko? jangan 'tanganga' talalu lama. Atau masih mau menunggu panggilan angkat senjata dukung mesias-mesias baru yang muncul untuk lawan 'Roma' seperti yang ditanyakan murid-murid beberapa saat sebelumnya? [ayat 6]
This is no time to stand and stare. It was time for us to recognize that one day He would return in the same way as they had seen Him go (personally), and that He would then expect them/us to have completed the task that He had given. He would come personally to call them/us to account and He would not want to come and find them/us either sleeping or staring upwards. God’s prime concern was now that they take out to all the world their witness about Him.

Selamat memperingati kenaikan 'Yesus itu'...