Thursday, September 20, 2007

Iniuriarum remedium est oblivio

LUPA adalah jalan terbaik yang ditempuh banyak manusia dalam sejumlah peradaban untuk menyembuhkan masalah, sakit, luka, kesalahan, noda, duka, ketidakdilan yang tak terselesaikan.

Manusia datang dan pergi, peradaban timbul dan tenggelam, tetapi masalah manusia tetap sama: bagaimana menerima dan memelihara kehidupan. Dalam merawat kehidupan itulah luka dan ketidakadilan sering timbul.
Alam mengajar kita bahwa satu-satunya jalan adalah menyembuhkan atau menyelesaikan masalah-masalah dan ketidakadilan itu, tapi kenyataan sering berkata lain. Tidak semua yang melukai suka menyembuhkan, demikian juga yang terluka seringkali tak gampang disembuhkan.

Luka atau ketidakadilan sosial pun demikian adanya. Tak semua mekanisme sosial sanggup menyembuhkan sebuah luka secara sungguh. Banyak yang hanya memamerkan simbolisme tanpa makna, tanpa menyentuh akar persoalan. Yang melukai tetap tak merasa bersalah (walaupun mengaku salah secar verbal), yang terluka tentu saja tak akan sembuh dengan sebuah pengakuan, hukuman kurungan atau bahkan pengorbanan nyawa sekalipun.

Lalu orang berusaha melupa seiring waktu. Time will heal, kata peribahasa Inggris.
Satu masalah ramai dibicarakan orang, ramai dipublikasikan di media massa, beberapa hari kemudian tenggelam tak berbekas. "Media massa punya logika dan mekanisme sendiri yang tak mungkin melayani suatu isu secara terus-menerus", kata para pemilik dan pengelola media.

Suatu isu muncul menutup isu yang lain, seakan hilang tak berbekas. Hari ini korupsi, besok kerusakan lingkungan, lusa pembunuhan politik, berikutnya penggusuran dst..dst.. Sayangnya, seringkali kita lupa bahwa masalah yang sama telah terjadi sebelumnya. Tidak ada yang baru di bawah matahari, kata sang Pengkhotbah. Kasus boleh berbeda tapi pola adalah pengulangan dari masa ke masa.

Lalu kita lupa lagi dan lagi, untuk memberi kesempatan kepada kejadian yang serupa. Seneca pernah bilang mereka yang tidak mau belajar dari sejarah akan DIHUKUM untuk mengulangi sejarah itu.

Judul tulisan di atas adalah peribahasa latin yang berarti: "Lupa adalah penawar ketidakadilan-ketidakadilan". Ya, seringkali manusia menemukan penyelesaian atas ketidakadilan yang tak terselesaikan di dalam lupa. Mirip upaya orang tua yang mengalihkan perhatian anak dari kesakitan yang dialami, dalam budaya tertentu. Tetapi seiring sang anak beranjak dewasa trik masa kanak-kanak itu tidak akan mempan lagi. Sayangnya, tingkat perkembangan masyarakat kita seringkali hanya selevel perkembangan anak-anak.

Kita sangat suka dibohongi bahwa "everything gonna be ok", padahal kita ngak ok. Kita diajari untuk melupakan segala macam ketidakadilan dan sakit yang kita lihat dan alami. Kita tidak diajar untuk menyelesaikan atau menyembuhkan tapi melupakan.
Tapi sekanak-kanaknya psikologi kemasyarakatan kita, kadang naral dan logika kedewasaan kita berontak juga. Maka muncullah amok dan kekerasan di mana-mana. Sayangnya amok-amok itupun seringkali salah arah dan sasaran. Maka sakit dan luka baru muncul bertumpuk-tumpuk. Yang pasti, selalu ada obat untuk semua itu: LUPAKAN SAJA..

No comments: