Wednesday, May 04, 2005

Kemarin Mon Menikah

Kemarin Mon menikah
You are a big man now my younger brother

Seperti baru kemarin
aku melihat wajah bocahmu yang hitam, gempal dan nakal
kukumu tak pernah bersih
jangan tanyakan lagi jumlah kancing bajumu
atau beresnya resleting celanamu

seperti baru kemarin
aku melihat kau menangis marah
sambil berlari di belakang seorang tua
mencari anak-anak Katá Leten
yang katanya mengasari kakakmu
kau ingin ikut membela
padahal belum seberapa jengkal langkah kakimu

seperti baru kemarin
aku terpana akan kepiawaianmu
menggunakan katapel
di musim panen padi, engkau panen burung
kau selalu membawa pulang hasil buruanmu
kau membawa untuk mama
minta dibakarkan

seperti baru kemarin
aku melihatmu asyik bermain sendiri
di kebun belakang rumah
tiada teman, hanya seekor anjing kesayangan
jika kau sendiri, pasti ada “proyek serius” yang kau kerjakan

seperti baru kemarin
aku melihat kau sedih
berputar-putar di tepi rumah
karena tak mau berpisah dengan papa dan mama
bahkan anjing kesayanganmu pun ikut sedih
kau harus meneruskan sekolah

seperti baru kemarin
aku melukai keningmu tanpa sengaja
saat aku meraut pencil dengan pisau tumpul
kau hanya menangis sebentar
lalu kita bermain lagi
membiarkan papa dan mama bertengkar
membela anak kesayangan masing-masing

seperti baru kemarin
aku melihatmu duduk disamping seorang kakek tua
yang sedang memotong-motong kelapa
memberi makan babi-babi
di kala matahari mulai mengucapkan selamat tinggal
dan anak-anak gembala bernyanyi-nyanyi di padang seberang rumah

seperti baru kemarin
aku mendegarmu bercakap-cakap dengan seorang nenek tua
yang makan sirih di teras sebuah rumah
jauh di tengah padang

seperti baru kemarin
aku melihat menyalakan lampu ti’oek
dalam sebuah rumah berpenghuni tiga orang
di tengah sebuah padang

seperti baru kemarin
aku melihatmu menambatkan dua ekor kuda di tengah padang
memindahkan mereka ke tempat yang agak rindang
atau membawa mereka ke telaga

seperti baru kemarin
aku diam-diam kagum akan keuletanmu
merawat sepedamu
mengakui ketekunanmu memelihara ternak
mengomeli ketelodoranmu terhadap pakaian
salut akan kemampuanmu mengatur uang sakumu

seperti baru kemarin
aku melihat kau selalu punya suatu privilege
yang mungkin tak kau sadari:
mengunjungi saudara-saudaramu
beberapa bulan sekali dalam setahun
di sebrang lautan bernama “kota”
imbalannya: kau tak naik kelas

seperti baru kemarin
aku marah padamu karena emosimu yang tak terarah
aku marah padamu tentang cara berpikirmu terhadap papa
aku marah terhadap cara bergaulmu
dan banyak lagi kemarahanku

saudaraku..
seperti baru kemarin
aku melihat wajahmu di antara wajah anak-anak kampung
di antara wajah anak-anak yang berjalan bersama nenek mereka
di antara wajah anak-anak yang canggung akan gamangnya budaya kota
di antara wajah anak-anak yang beruntung mendapatkan kasih sayang nenek dan kakek tercinta
di antara wajah anak-anak kampung yang mandiri, tanpa mainan pabrik

di sana juga aku melihat wajahku, saudara sekandungku
bagaimana aku bisa melupakan wajahku sendiri
Oeulu, Batilangak, Lalao, Babau, Batuplat,
Di sana kulihat wajahmu adikku
Di sini kupendam darahmu saudaraku
Selamat berbahagia Mon

Bidau Masau, Dili, 3 Mei 2005